Beranda > Celotehan, Inspirasi, Pendapat > Kroyokan tidak Selamanya Jelek

Kroyokan tidak Selamanya Jelek

Padi Rojo LeleMENJADI bijak seseorang, ada yang mengatakan tidak harus tua. Artinya, sedari mudapun bisa. Banyak sudah memberikan teori misalnya seorang Profesor ahli SDM Sjafri Mangkuprawira mengemukakan 11 point menjadi bijak. Ada pula yang hanya 5 cara menjadi bijak. Tapi pikiran nyeleneh saya mulai kambuh lagi, loh mengapa tidak belajar dari padi-gabah untuk menjadi bijak sana dan bijak sini. 🙂 Sehingga jika jadi pemimpin muda sekalipun, kesalahan pemimpin bisa dihindari.

Namanya pikiran aneh, tidak perlu dihiraukan tapi cukup waspadai keanehannya. Begini saat saya melihat penggilan padi, proses penggilingan itu kira-kira sebagai berikut:

Penggilingan padiPadi gabah itu kan sebelum menjadi beras dia digiling terlebih dahulu dalam mesin. Coba bayangkan jika yang digiling itu hanya satu gabah, kan tidak mungkin. Karenanya, proses gabah menjadi beras itu meski bergerombolan. Mula-mula masuk di cerobong wadah, kemudian gabah-gabah itu bersama-sama saling menggencet diri mereka masing-masing. Baru pekerjaan genjet-menggenjet dalam ruangan mesin gilingan itu selesai, berasa yang sudah bersih putih mengkilap dan wangi itu keluar dengan bebas dan diap untuk dilahap.

Kalau begitu, setiap orang yang ingin menjadi “beras”, ya tentu saja tidak mungkin akan hidup sendirian. Sebab kalau sendirian akan tetap jadi gabah namun mersasa benar sendiri. Tidak ada yang mengoreksi, membantah apalagi menggencetnya.

Mencari ilmu pengetahuan sendirian pasti akan berbeda jika bareng-bareng dan bergerombol. Saudara saya pernah saat masuk perguruan tinggi, ia tidak bisa belajar sendirian melainkan ia ajak sekitar 5 orang untuk belajar bersama-sama menyelesaikan soal-soal yang akan diujikan di kampusnya.

Dari padi jadi nasiTernyata caplang™ cespeleng! kawan-kawannya yang sendirian belajar banyak yang gagal diterima, sementara dia dan kelompoknya berhasil dengan mengagumkan. Ini berarti mirip team management, tim sepak bola, gang motor, simponi musik dan berbagai macam tim yang tergabung dalam organisasi apapun.

Dunia Blog saya kira sangat bagus untuk dijadikan sebagai sarana untuk memproses menjadi beras. Para penulis blog yang apa adanya, jujur dan semangat tentu saja akan bermanfaat jika dikoreksi, dibantah dll. Tetapi juga masing-masing saling mengoreksi dan tidak bisa merasa menjadi beras sendiri.

Jadi ternyata menjadi pintar, bijak di sana dan bijak di sini , tidak perlu injak saja injak sini. Cukup  belajar dari padi gabah. Jadi orang yang merasa tidak butuh dengan komunitas lain yang berbeda paham, beda idiologi, dan semacamnya, orang/golongan itu hanyalah gabah-gabah yang bergelenteran. Siapa sih yang mau makan gabah, paling-paling burung dara 🙂 . Jadi benar bahwa keroyokan itu tidak selamanya jelak bukan… wallahu a’lam.

Bagaimana menurut sampean?

  1. 26 November, 2007 pukul 9:02 pm

    Selain dunia blog, dunia pendidikan yang metodenya sangat terbuka dan mengakomodasi dan mengekslporasi semua kemampuan siswa tidak mustahil pendidiakn itu laksana “beras” yang dibutuhkan di mana-mana.

    Contoh perguruan tinggi di Oxford tentu beda metodenya dengan pendidikan di sini, barangkali di sana nilai gencet-menggencetnya lebih intensif. kalau di sini, baru digencet sedikit ngambek hehehe 🙂

    saya dulu pertamax… 😀

  2. 26 November, 2007 pukul 9:51 pm

    KEDUAX!
    halaaah… posting sendiri koq ya di komentarin sendiri.
    emangnya postingan nya kurang panjang apah…!
    saya libur koment dulu *yg penting udah nomor dua* pusing niy, postingan yg di bawah2 situ udah nguras pikiran saya *lha emang nya wong gendeng punya pikiran…*

    😀 Curhat Bbas

    justeru wong gendeng pikirannya kebanyakan.. makanya kurangi gendengnya yaa nok… 🙂

  3. 26 November, 2007 pukul 9:52 pm

    lha kemarin itu ada kasus keroyok batalyon armed lawan anak sma, gara-gara kalah main volley itu mah bukan gesekan antar beras ya 🙂

    😀 kangguru
    hahah…. masih ada aja ya istilah tentara tidak boleh kalah oleh siapapun!

  4. 26 November, 2007 pukul 9:58 pm

    *Gimana sih shohibul blog kok komen duluan :mrgreen: Nggak bisa veertamax nih*
    Menurut hemat saya Mas Kurt, –dulu sebelum ada mesin penggilingan orang menumbuk padi dengan alu di lesung *kelihatan kalau dari dusun, yak* proses gesekan antargabah untuk menggambarkan bagaimana manusia hidup di tengah2 masyarakat *halah sok tahu* agar tidak melupakan pergaulan sosial. Lewat pergaulan, pengetahuan jadi berkembang. Seiring dengan dinamika zaman agaknya pergaulan sosial itu telah meluas lewat dunia maya. Contohnya lewat blog ini. Kalau nggak begini mana bisa aku bisa bersilaturahmi dengan Mas Kurt, hehehe 😀 Gimana, betul, nggak?
    *Membayangkan Mas Kurt manggut2 sambil ngelus-elus janggut.*
    Pareng rumiyin Mas Kurt, matur nuwun.

    😀 Sawali Tuhusetya
    heheh, jenggotnya dicukur kang… betul sekali padi aja biar terkelupas kulitnya, ia harus gesek-gesekan baik di lumpang dengan bantuan Alu atau di mesin sama saja… saya dulu mengalami nutu gabah pake alu.. asyik kang Sawali. 🙂

  5. 27 November, 2007 pukul 8:06 am

    welgedewelbeh
    Ayok majukan Indonesia, kembangkan bloggers2 indonesia baca juga http://mulut.wordpress.com/2007/11/11/need-of-affiliation-bangsa-indonesia/

    😀 mulut
    weleh weleh weleh…… ayo semangatttt!!

  6. 27 November, 2007 pukul 8:12 am

    Wah mau kelimax ga jadi nih, udah keduluan sama yang empunya blog. :mrgreen: 😀

    Ya, seseorang itu tidak mungkin dikatakan bijak bila hidupnya terisolir alias sendirian. Bagaimana dia jadi bijak wong gaul juga engga? Kkalau seseorang hidup sendirian saja, siapa yang akan mengatakan bijak? HEhehe becanda mr Kurt… 😀

    MEnjadi bijak, ya seperti ilmu padi. Makin berisi makin merunduk. Makin berisi makin bijak. (Bisa ga ya dianalogikan begini?)

    Wah cerita penggilingan padi ya? Saya jadi ingat dulu ikut-ikutan nenek (ibu tua) ngegiling pari (padi).

    Eh, Pak Sawali ngomongin alu dan lesung, jadi inget juga sama nenek, saya suka nonton nenek yang “nutu pari (menumbuk padi)” di lesung, sambil ngedengerin sang nenek ngedongeng… asyik. 😀


    😀 mathematicse

    belajar dari padi banyak yaa kang Jupri… padi makin isi makin bijak.. betul sekali!, hingga jadi beras pun tidak merasa dirinya berisi malah saling bantu membatu.. karena pake nutu sama mantu berasnya jadi bermutu.. halah…

  7. 27 November, 2007 pukul 8:21 am

    Sebelum digiling, atau dideplok di lesung, biasanya gabah diinteri atau ditampi terlebih dahulu, untuk menyeleksi mana yang isi mana yang kosong

    😀 NuDe
    waaah iyaa juga ya… jadi kita2 yang gak ada isinya, walaupun tampaknya keras dan kekuning2an… justeru bakal tersingkirkan yaa… dapat point pelajaran lain dari sang padi gabah..TQ

  8. 27 November, 2007 pukul 8:25 am

    saya lebih suka olahraga tim daripada perseorangan
    tetap ada yg namanya kapten sbg pemimpin, ada penyerang, pengolah serangan, pemain bertahan, dll
    semua punya fungsinya masing-masing dan ga mungkin bisa main sendiri-sendiri. kalah-menang jadi rasa bersama, koreksi dan sedikit menyalahkan diperlukan untuk perbaikan tim. hasilnya, saat kemajuan diraih artinya kita maju bersama. BERSAMA KITA BISA!

    Ternyata cespleng!

    kirain ngomongin saya :mrgreen:

    D: caplang™
    Caplang emang cespleng!…. Hoby main bola yaa selain berkonvoi pake motor keliling Jakarta 🙂 *mencoba ngomongin kamu *

  9. 27 November, 2007 pukul 8:31 am

    Ide yang bagus, Pak Kurt. Berdua akan lebih baik daripada sendiri, he he he. Buktinya kalo sendiri saya tidak akan tahu tentang ilmu beras ini. Jujur saja saya belajar banyak dari dunia blog. Dari hal yang belum saya ketahui bisa saya ketahui. Yang paling menyenangkan lagi kita bisa bersilahturami tanpa membeda-bedakan. Seandainya dalam kehidupan dunia bisa begitu, alangkah indahnya dunia ini.

    😀 Hanna
    tQ, berdua lebih baik dari sendiri… tapi bukan berarti bertiga, berempat akan baik juga yaa Ci… 🙂

  10. 27 November, 2007 pukul 9:40 am

    cesepleng uncle..

    😀 barinstorm
    TQ…

  11. 27 November, 2007 pukul 10:07 am

    keroyokan apa dulu neh?? Masing2 juga begitu lagi, ada yg bagus ada yg buruk. Sendiri2 juga ada yg bagus, ada yg buruk. Contohnya banyak kan? Ngeblog kalau sendiri lebih afdol dibandingkan ngeblog berdua, coba deh ngeblog berdua, pasti rasanya kurang nikmat karena ngga konsen :mrgreen: Kalau buang air bareng juga ngga afdol.
    Emang bener sih kalau habis ngeblog, terus dapet komen, apalagi kalau postingan kita dikoreksi atau postingan kita diperkaya wah pasti rasanya afdol. Yah, terkadang enak sendirian, terkadang juga enak keroyokan! Ya nggak? :mrgreen:


    😀 Yari NK<em
    >
    Ya terang bos, kalau ngeblog berduaan sama si “anu” takut salah koment hehehe… karena topiknya gabah maka perlu bareng2 untuk bisa jadi beras…

  12. 27 November, 2007 pukul 10:35 am

    bagi saya istilah kroyokan seperti brantem rame2 *koreksi yah kalo salah*
    kata kerja kompak mungkin lebih ideal.

    Saling memahami dan punya konsekuensi bagi aku itu modal utama dalam menjalankan kepemimpinan itu.
    Jadi teringat salah satu postingku yang mengulas film dengan quote “pemimpin itu dipilih bukan hanya karena kepandaiannya tapi tanggungjawabnya.

    😀 GRak
    betul Grak! “kroyokan” itu kemasannya untuk artikel yang santai2 kaya saya… tapi untuk artikel ilmiyah yaa harus pake kompak… sory nih kalau kurang pas yaa… btw, konsep pempimpinnaya menarik.

  13. 27 November, 2007 pukul 11:49 am

    Menjadi bijak untuk diri sendiri dulu jika memang kebijakan kita belum berakses langsung dan memberi kemaslahatan langsung bagi khalayak. Buat diri sendiri saya kira sikap bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri adalah sebuah sikap yang aduhai dari implikasi sebuah kebijakan.

    Artikel bagus mas, analoginya juga. Salam kenal dan terima kasih udah link tulisan saya.

    😀 undercover
    hmmm benar kang, aplikasi bijak didapat dari sendiri dulu baru ke orang lain… tapi boleh kan jika proses jadi bijak itu justru bermula dari gaya padi itu?? bagaimana…

  14. 27 November, 2007 pukul 12:15 pm

    Ijin add alamat web juga mas.

    😀 undercover
    silahkan add radja… 🙂

  15. cK
    27 November, 2007 pukul 1:45 pm

    keroyokan itu ada positif, ada negatif. kalau keroyokan gebukin orang, itu mah ga bagus. tapi kalau keroyokan membela bangsa atau mencari ilmu, itu baru bagus. lagipula manusia hidup untuk bersosialisasi… *agak ga nyambung nih komennya*

    😀 ck
    betul kroyokan untuk mengkoment blog CK bagus! tapi kalau kroyokan untuk ngerebutin CK baru itu gak bagus… *siap2 ditimpuk*

  16. 27 November, 2007 pukul 2:36 pm

    betul kata mbak ck diatas, seperti semua hal didunia ini, ada positif dan negatifnya, nah keroyokan juga begitu.

    😀 kamal87
    main betul2in aja… emangnya ada yang rusak heheh

  17. 27 November, 2007 pukul 2:39 pm

    btw, tukeran link yuk 🙂
    kamal87.wordpress.com

    😀 kamal87
    Ayooooo…

  18. 27 November, 2007 pukul 7:12 pm

    keroyokan ada kalanya positif juga, kang! Misal keroyokan(baca: gotong royong) bikin saluran air.

    -salam kenal-

    😀 reza
    tq mampir… reza, kalau begitu ayo kroyokan terus yang positif…

  19. 27 November, 2007 pukul 9:31 pm

    wah saudaranya ternyata sama dg saya, bedanya kl saya bukan belajarnya yang sama2, tp pas ujiannya yang dikerjakan bersama2.. 😀 cespleng juga lho..

    😀 Klikiri
    ahhahaah… satire yang cespleng juga kang

  20. 27 November, 2007 pukul 10:10 pm

    *manggut-manggut*
    😀

    😀 dwihandyn
    awas jangan keterusan…

  21. 27 November, 2007 pukul 11:31 pm

    Repotnya, kalo kita ndak mau dikoreksi itu apa artinya kita belum bisa bersikap bijak ya Pak?

    😀 Amed
    Yoi kang Amed, dengan sering dikoreksi bukankah jadi ahli mengoreksi… seperti tukang urut, dengan sering diurut lama2 kita juga ngerti ngurut… dengan banyak membaca penulis handal, maka lama2 ketularan sandalnya eh handalnya …. begitu tah maksudnya kalau diterusin kata2 kang Amed…

  22. sjafri mangkuprawira
    28 November, 2007 pukul 5:43 am

    mas santri;saya senang dengan artikel-artikel anda…cespleng dan penuh arti…artikel anda memperkaya makna bijak….salam

    😀 sjafri mangkuprawira
    terima kasih Prof… tulisanmu justeru menginspirasikan…

  23. 28 November, 2007 pukul 2:46 pm

    Saya juga orang yang suka mengerjakan sesuatu dengan kroyokan, kecuali satu hal yaitu bla bla bla. 🙂

  24. 28 November, 2007 pukul 4:26 pm

    Mengusung ilmu dan kebenaran secara bergerombol saya kira juga bukan sesuatu hal yang jelek. Bayangkan kalau hanya sendiri, reformasi tidak akan ada karena kalau hanya seorang yang menduduki gedung MPR, maka harusnya sudah digusur oleh aparat setempat.

    Contoh yang aneh, ya..? 😀

  25. 29 November, 2007 pukul 7:14 am

    Pastinya dalam keroyokan akan lebih berhasil guna bila setiap peran mengerti posisinya. Misalnya ada yang menjadi panglima, kemudian intelejen, kemudian divisi tempur, kemudian sie konsumsi dan lain-lain yang bekerja sebaik-baiknya, guna mendukung tawuran kali ini, logh??
    Maaf paman Kurt, itu tadi membayangkan sebuah SMU yang mempunyai struktur organisasi seperti itu, bila akan tawuran. Efektif, efisien dan membayangkan kemenangan, seandainya saja itu bukan untuk tujuan tawuran tentu akan lebih menyenangkan.
    Btw, terima kasih untuk analogi penggilingan gabahnya. Dan jangan lupa, sebelum digiling gabah juga dijemur terlebih dahulu sampai menjadi kering benar, ini mungkin seperti persiapan sebelum gencet-gencetan ya?

  26. 29 November, 2007 pukul 11:44 am

    Wah… keroyokan yang baik contohnya ya di sini. Sampeyan dikeroyok orang sebanyak ini apa nggak keok?

  27. 14 November, 2010 pukul 8:17 pm

    berkunjung

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke mulut Batalkan balasan