Beranda > Aktivitas, Dunia Pesantren, Pesantren > Pusing Mengurus Anak Pesantrenkan Saja

Pusing Mengurus Anak Pesantrenkan Saja

Para santri dalam sebuah parade menyambut tamu

Banyak yang beranggapan bahwa menghadapi kondisi zaman sekarang sangat dilematis. Satu sisi, para orang tua percaya bahwa anak-anaknya akan tumbuh dengan baik dan kelak menjadi anak yang sholeh. Di sisi lain, sekolah yang selama ini diunggulkan lebih mengutamakan sisi kognitif saja sedangkan sisi afektif, sikap dan akhlak dijadikan nomor sekian.

Medium tempat belajar kedua bagi anak adalah keluarga. Saat ini tidak jarang orang tua yang supersibuk mengurusi berbagai kepentingan bisnis atau urusan sosial. Karenanya, banyak anak-anaknya dipercayakan kepada guru ngaji yang datang ke rumah atau si anak mengaji di surau, masjid dan tempat-tempat pengajian seperti Taman Pendidikan Al Quran.

Medium ketiga adalah masyarakat. Nah di sinilah para remaja akan bergaul dengan kawan-kawanya. Dan masalah yang timbul biasanya karena remaja salah memilih teman. Kalau sudah salah memilih teman, maka pengaruh negatif akan mudah merasuki jiwa si anak. Orang tua sering dibantah, sikap dan akhlak serta tatakrama menjadi sesuatu yang asing. Anak melawan orang tua, atau orang tua yang kejam kepada anak menjadi hal yang lumrah.

Ujung-unjungnya orang tua yang masih memiliki hati nurani akan masa depan anaknya akan memilikirkan jalan terbaik untuk menghindari semua itu. Banyak orang tuayang kemudian memondokkan anak-anaknya di pesantren. Atau ada juga yang memasukkan anak-anaknya di sekolah yang memiliki asrama sehingga anak akan banyak duduk di sekolah.

Dampak Anak Dipesantrenkan

1. Patuh dan Taat

Sikap menurut adalah sikap yang ditanamkan di pesantren. Di pesantren anak di didik untuk menuruti perintah orang tua. Di pesantren digantikan dengan pengasuh. Orang tua di pesantren adalah pengurus, pengasuh dan senior. Di sinilah anak-anak santri dibiasakan  untuk menghormati orang yang lebih dewasa, dalam sikapnya sehari-hari.

Apakah sikap ini baik? Menurut saya, untuk sebuah pendidikan karakter sangat bagus. Karena dampak dari sikap ini adalah bagaiaman orang akan menuruti perintah. Sebagaimana disiplin pada TNI, Polri, mereka juga harus menuruti perintah atasan, tanpa protes dan tanpa proses.

Tujuan akhir dari pembelajaran sikap menurut kepada kyai, atau pengasuh pesantren adalah bagaimana mereka mentaati peraturan pesantren dan pertauran perilaku yang baik tanpa kecuali. Misalnya, diharuskan kepada santri untuk berada di kamar dan belajar sampai jam sekian. Dilarang mencoret-coret tembok, dilarang merokok di asrama dan lain-lain. Selebihnya, diharuskan santri bangun malam hari untuk shalat tahajud  hingga subuh berjamaah.

Apakah menghilangkan daya kritis? Menurut saya tidak ada kaitannya dengana sikap kritis dalam ilmu pengetahuan. Justru dalam moment  pengajian dengan kyai,  diskusi antar santri serta pembelajarn di sekolah para  santri di asah untuk kritis terhadap pelajaran. Mereka disuruh membaca, menelaah dan membuat resuma kadang pula memberi perbandingan dengan sumber-sumber lain. Otomatis daya kritis santri terhadap materi pelajaran cukup terasah.

Pesantren mirip dengan masyarakat yang memiliki peraturan, pendidikan dan keteraturan dalam hidup. Itulah pesantren yang ditata dengan manajemen yang baik. Si santri bukan saja mendapat ilmu pengetahuan secara luas, mereka juga dibiasakan dengan sikap dan prilaku yang cinta kepada almamaternya dan cinta peraturan serta cinta dan taat dalam beribadah.  Coba, lihat apakah di sekolah umum ada hal-hal seperti ini?

2. Cinta Ilmu dan Ibadah

Cinta ilmu pengetahuan merupakan dampak dari  sisi positif anak di pesantrenkan. Mereka yang di didik dalam pesantren dan ikut sekolah formal, begitu keluar dari pesantren dan meneruskan jenjang ke perguruan tinggi, banyak sekali santri yang lulusan pesantren mampu menguasai literatur yang lebih luas. Bagi pesantren yang membiasakan bahasa Arab tentu generasi santrinya akan dengan faseh memahami ayat-ayat quran, tafsir dan berbagai  berbahasa Arab. Sedangkan pesantren yang menanamkan bahasa Inggris, maka dipastikan santri ini akan mudah bergaul dalam lingkungan yang berbahasa Internasional itu.

Sikap ibadah sudah pasti para santri akan dengan berat hati untuk meninggalkan tradisi ibadah sebagai kewajiban seorang muslim. Bandingkan dengan hasil output pendidikan umum, yang sekuler akan membebaskan anak-anak untuk tidak menurut kepada ritual keagamaan. Tentu saja dikatakan anak sholeh berbanding lurus dengan amal ibadahnya. Sementara anak toleh juga demikian. SEmua itu tergantung dari bagaimana manajmen pendidikan yang didapatnya.

3. Berjiwa Sosial

Berjiwa sosial merupakan salah satu materi pembelajaran yang diterapkan oleh pesantren. Sebab pesantren sendiri beridiri atas keikhlasan para pengurusnya dalam membangun pola ini. Jiwa sosial itu bisa dlihat dengan jelas dari biaya pendidikan. Seperti dalam postingan yang pernah saya tulis, pesantren hanya memungut 200 – 500 ribu perbulan untuk santri-santrinya. Dengan tarif sebesar itu, mereka mendapat fasilitas kamar asrama, makan sehari-hari dan bimbingan pengajian dan sekolah.

Bahkan pesantren yang di desa-desa seperti di Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih murah lagi. Ada yang menaif hanya 150 ribu per bulan. Padahal mereka bertempat tinggal di asrama plus di bimbing 24 jam selama bertahun-tahun. Disamping di didik full , mereka pun diberi makanan yang bergizi.

Sikap sosial yang diterapkan para kyai dan pengasuh ini, tentu saja berdampak pada santri-santrinya. Kyai yang dengan jiwa sosial dengan tidak mengutamakan sisi ekonomi tetapi sisi pendidikan akhlak, moral dan pengabdian kepada keagamaan, tentu saja akan berdampak pada sikap santri saat berada di masyarakat.

Dari ketiga keuntungan anak-anak di pesantrenkan, maka tidak ada pilihan bagi orang tua yang memiliki kepedulian terhadap anak-anaknya. Apalagi jika hidup di tengah perkotaan, tentu dampak negatif dari berbagai serangan budaya akan mempengaruhi dan meracuni daya tahan terhadap proses pendewasaan. Namun demikian, orang tua yang masih mampu menjaga anak-anaknya tentu tidak masalah jika tidak dipesantrenkan, tetap mengikuti jenjang pendidikan formal dan dalam hal materi keagamaan bisa didapat dari berbagai tempat.

Dampak Negatif

Adakah dampak negatif anak-anak dipesantrenkan. Tentu asaja ada. Karena sisi postiif pasti ada negatifnya.

Pertama, anak santri yang dipesantrenkan akan terbiasa dengan budaya kebersamaan. Contohnya, saat bermain bersama teman-temanya, mereka bebas menggunakan sandal milik kawannya. Bebas pula memakai perlengkapan mandi dan lain-lain. Nah, dampak kepercayaan kepada teman dan rasa solidaritas ini, kadang terbawa ke dalam kehidupan di masyarakat. Karenanya, sikap ini perlu diwaspadai oleh orang tua. Terutama juga kepada pengurus pesantren agar anak-anak santri tidak terbiasa dalam hal seperti itu.

Kedua, isu terorisme. Dampak dari pendidikan pesantren salah satunya adalah mereka dituduh menyebarkan paham yang negatif seperti membenci komunitas yang lain. Untungnya, pesantren di bawah naungan Nahdlatul Ulama tidak ada satupun yang memiliki paham keras seperti banyak yang sering terjadi dalam komunias internasional apa yang disebut terorisme atas nama agama.



  1. Red
    25 Juli, 2010 pukul 9:14 pm

    daftar pesantren yg top nanti coba dibahas sob

  2. 26 Juli, 2010 pukul 7:27 pm

    Artikel yang menarik, buat nambah wacana.

  3. 29 Juli, 2010 pukul 12:36 pm

    Ya mas Kurtubi,ini investasi dunia akhirat Mantabs

  4. 29 Juli, 2010 pukul 12:40 pm

    wah dimoderasi nih,offkan aja mas kan ada om Aksimet dan klo ngga berkenan bisa delete aja…biar ramai Mas

  5. 18 Agustus, 2010 pukul 3:57 pm

    Setuju…

  6. north arjoms
    13 Desember, 2010 pukul 9:04 am

    Alhamdu lil lah

  7. ABDULOH.S
    22 Oktober, 2011 pukul 8:23 am

    santri kan sukanya mengaji,, jadi mengaji lah Sebelum anda di ngaji kan ,
    ” RAUDHATUL MUBARAKAH “

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar