Beranda > Kultur, Pendapat, Peristiwa > Bom Bunuh diri Dampak Lemahnya Pengamanan

Bom Bunuh diri Dampak Lemahnya Pengamanan

Bom bunuh diri kini sudah memasuki masjid, seperti berita baru-baru ini, bom telah meledak saat shalat Jum’at di Mapolres Cirebon. Sepertinya ini mirip dengan bom yang meledak di negeri Arabia, semisal di Pakistan dan negeri Arab lainnya. Seperti biasa, kelompok yang berseberangan paham keagamaan. Namun kalau di Indonesia ciri-cirinya adalah pembenci kepada kaum kuffar.

Terlepas dari siapa aktor pelaku bom bunuh diri, saya mengasumsikan bahwa pengamanan terhadap wilayah publik ini masih sangat lemah. Di berbagai tempat seperti perjalanan saya pagi hingga sore di kantor-kantor seperti pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kantor Pos Besar Mampang dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Di tiga tempat itu ada detektor bom seperti di bandara. Namun sepertinya tidak dijaga oleh satuan pengaman. Kalupun ada seperti tadi siang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, begitu saya masuk tas saya jinjing dan memasuki pintu pengaman yang bermerek Garret. Begitu melewati berbunyi “beeep” namun cuek saja bagi si satpam hanya melihat sekilas perjalanan saya tanpa ada kecurigaan.

Begitu pula saat di Kantor Kejaksaan Jakarta Pusat, saya masuk lewat pintu utama yang dipasang pengaman detektor bom, tetapi begitu bunyi tidak ada yang memeriksanya.

Karena memang meskipun berbunyi beeb yang berarti kalau di dalam tas saya itu ada material logam yang kebetulan ada obeng di dalamnya, juga HP dan kabel laptop.

Sepertinya para satpam di tempat strategis yang rawan serangan terorisme itu tidak mengindahkan peringatan itu. Jika saja saya membawa bom mungkin akan lolos dengan sendirinya. Kalau sudah meledak pastinya akan waspada.

Mestinya keamanan dan peringatan itu tetap ada seperti di pengamanan di Bandara dan hotel berbintang juga di pasar swalayan besar. Sebab di tiga tempat ini, satuan pengaman tetap waspada dan selalu memeriksa tas-tas yang dibawa pengunjung.

Kepada para polisi, jangan lemah dengan pengamanan. Memang sasaran teroris kini sudah merambah ke masjid-masjid yang terletak di kota kecil seperti Cirebon yang tentunya tidak memiliki pintu pengaman. Hal ini membuktikan bahwa antisipasi polisi mengatasi terorisme semakin sulit.

Apapun alasanya, terorisme harus jauh dari publik. Karena bagaimanapun yang menjadi korban adalah warga biasa yang tidak tahu menahu seputar masalah yang ada di benak para teroris. Jika saja kelompok teroris itu membenci pemerintah, tetap saja rakyat yang menjadi korban.

Jika saja teoris itu membenci pemerintah asing, tetap saja orang kecil yang menjadi korban.

  1. 20 April, 2011 pukul 7:35 am

    😦 ,moga negara kita terhindar dr segala musibah,amien..

  2. 23 April, 2011 pukul 5:59 am

    salam..

  3. 2 Mei, 2011 pukul 6:01 pm

    wah bomnya gede!

  4. 29 Mei, 2011 pukul 11:24 am

    ko ga update lagi?

    • 19 Oktober, 2011 pukul 5:26 pm

      heheheheh iya nih lagi kena sindrome males ngeblog, gara2 sering FB-an.. tapi insya Allah saya akan niatkan lagi u ngeblog.

  5. 25 Juli, 2011 pukul 11:15 pm

    Efeknya ke santri, tidak sedikit santri yang dicurigai.ai.

    • 20 Desember, 2011 pukul 12:35 pm

      iya kang, santri banyak yg dicurigai,
      tapi kalau santribuntet mah gak bakal dicurigai layaw
      soalnya, blognya terbuka, dan gak panas isinya hehehehe 🙂

  6. 5 November, 2011 pukul 11:10 am

    salam persahabatan yaa…

  7. 22 Desember, 2011 pukul 8:40 am

    thank you for sharing this article .. article really impressing …

  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan Balasan ke Santribuntet Batalkan balasan