Beranda > Amanat, Lingkungan, Pengalaman Rohani > Ceramah Perkawinan yang OOT

Ceramah Perkawinan yang OOT

Dijamin panjang sekali tulisan ini. Tapi ada kok ringkasannya di akhir tulisan ini.  Saya lagi kena penyakit nafsu menulis banyak. Dikatakan nafsu karena tidak bisa mengendalikan…  Gimana ini Bang Ersis bagus tidak sih untuk perkembangan menulis bagi saya. 🙂

***

Pelaminan dan pengantin .... hari bersejarah dan sakralNASIBKU  hari ini harus rela menerima “paksaan” menggantikan kyai dan ustadz yang tidak dihadirkan dalam sebuah acara resepsi pernikahan. Saya tiba-tiba saja didaulat untuk menggatikan mereka. Saya protes, kenapa yang memberikan nasehat perkawinan itu bukan orang yang sudah pengalaman, para ustadz dan kyai di lingkungan tempatku tinggal? Bukankah acara ini sakral dan amat bersejarah bagi pengantin dan keluarganya. Tapi kenapa saya yang dipilih?

Jadilah jam 6.00 WIB saya harus datang ke rumah tetangga yang hendak resepsi hari ini. Saya membayangkan panas dingin jika sambutan itu dimulai. Bukan karena pengaruh global warming yang “dilecehkan” Amerika, Jepang dan Kanada, tapi betul-betul karena saya belum pernah berbicara di depan publik yang sangat banyak itu.

Kalau di blog saya mau bicara apa saja  tenang-tenang  saja. Tapi kalau di depan ratusan orang–orang yang berbaju safari, jas dan beraneka ragam sanggul wanita yang menggoda, ampuuun deh saya. Kenapa sih sampean menunjuk saya sebagai pengganti kyai-kyai yang terhormat itu? kenapa bukan sampean saja yang jadi ustad di lingkungan sini? Kenapa bukan pak tua yang suka berceramah di msholla dan di masjid? Kenapa bukan purnawirawan polisi yang suka bicara agama di mana-mana? Dan banyak lagi segudang kenapa?

Apa karena saya lulusan ponpes? Apa karena lulusan IAIN, apa karena suka pake sarung kalau di rumah, tapi kan di luar saya sering pake jeans. Atau jangan-jangan karena saya suka menulis di blog yang tulisannya hinggap di koran dan di majalah? Tidak ada yang menjawab. Pokoknya hari ini saya harus memberikan nasehat perkawinan untuk sebuah pernikahan yang sakral dan bernilai sejarah.

Pengantin.. pelaminan yang mengesankanGlabrukkk!… saya pusing mencari materi apa yang harus diomongkan, hingga jam 6.00 WIB saya mesti datang. Malam hari telepon dari tim sukses acara pernikahan berdering dua kali, tapi saya hiraukan saja. Sebab saya masih mencari materi. Saya mau searching, komputer lagi lemot, menulis materi tidak juga kedapatan.. Buka-buka buku tidak ada, buka Qur’an tidak ketemu ayat-ayatnya. Ya sudah bagaimanapun saya harus siap, jangan malu-maluin tetangga, almamater, harga diri bangsa  dengan bismillah, disertai deg-degan, saya berangkat dan saya bayangkan pasti OOT deh… tiba-tiba SMS menyapa:

“Pak Kurt, tamu-tamu dari pengantin sudah datang nih, buruan ke sini yaa”

Saya tidak jawab, langkahku semakin dipercepat. Benar saja rombongan mendekati angka seratus itu sudah pada datang. Beraneka warna pakaian dan segala macam bawaan tanpak di masing-masing tamu. Berjejer mereka disambut. Satu-persatu bersalaman dan menuju ruang perkawinan. Saya buru-buru bergabung pada barisan akhir dan ikut menyalami para tamu dari besan lelaki.

Semerbak wangi bunga dan harum-haruman minyak wangi yang mahal berseliweran di hidung silih berganti, tapi rasanya tetap saja OOT. Saya tidak menikmati wewangian itu. Saya masih berpikir apa yang akan disampaikan.

***

Semua komponen perkawinan sudah kumpul: saksi, penghulu, pengantin pria, panitia penaymbut dan pembawa acara hingga petugas kamera yang berjumlah lima orang ikut mengerubungi seperti wartawan infotainment.

Sambutan diawali oleh keluarga pengantin pria oleh seorang Ustdz yang cukup ganteng berseragam safari hitam. Dia adalah pengurus salah ssatu Yayasan sekolah Muahammadiyah di Kebayoran Lama. Dalam sambutannya, ia menyerahkan sejumlah uang yang cukup besar dengan mas kawin berkilo-kilo gram emas. Sementara sambutan atas nama keluarga mempelai wanita diwakili oleh seorang ustadz kondang   di wilayah Kebayoran.

Sialnya, materi yang biasa tercetak dalam udangan pengantin muslim adalah kutipan ayat 21 Ar rum itupun dibahas. Padahal rencananya, saya mesti membahas materi itu tapi karena sudah diungkap begitu gamblang, saya jadi bingung apa yang bisa disampaikan.

Waktu semakin mepet, saya pun berpikir keras, namun tetap harus mengikuti prosesi meneganggakan yaitu akad nikah. Khutbah nikah dibacakan, administrasi di cek, lantunan suara penghulu itu mirip Muammar ZA kori Internastional dari Indonesia.

“Sah?” tanya pengulu setelah membimbing ijab kabul.

“Syaaah!” jawab hadirin serempak

“Alhamdulillah” jawab penguhulu sambil mengangkat tangan… berdoa lalu diamini hadirin.

Biar jangan OOT

Ada keceriaan di mata hadirin dan keluarganya yang ikut acara sakral itu. Ibu yang manis duduk di sebelah saya agak jauh, itu sedari tadi saya perhatikan menangis terus. Mungkin karena bahagia sebab anaknya yang laki-laki telah menjadi sepasang pengantin yang sah. Seorang ibu yang bisa dibayangkan bahagianya, saat anaknya kini sudah bisa menjadi calon ayah.

Barangkali yang merasa lapar pagi itu senangnya bukang kepalang, karena sebentar lagi akan menikmati hidangan. Tapi saya yang sedari pagi belum sarapan justru yang melilit itu bukan di perut tapi pada otakku yang belum ketemu apa materinya. Hingga penghulu pun selesai membacakan doa. Lalu ia langsung berpamitan karena harus menikahkan pasangan lain.

Kini giliran saya yang semakin kencang deg-degannya. Entah berapa frekuensi jantungku berdetak. Mendekati menit-menit giliran saya bicara. Lihatlah ada sekiranya saja ada seratus orang berarti dua ratus mata melototiku. Berarti pula, ada dua ratus telinga membuka diafragmanya, menerima getaran frekuensi jakunku. Setelah itu mereka akan mencampakkan diriku bila ngomongnya naglor-ngidul, saya tidak dianggap sebagai lulusan IAIN, tidak dianggap lagi sebagai lulusan pesantren tidak dianggap lagi sebagai penulis Blog heheh … sejuta pikiran mencengkram batinku.

***

“…. Amaaa ba’du!” inilah ceramah OOT ku setelah saya membaca bait-bait huuruf hijaiyah.

“Yang saya hormati, para tokoh masyarakat para petinggi, para kyai/ustadz, hadirin tamu undangan yang berbahagia. Bersyukur kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala kemudahan kita melewati acara yang menegangkan dan bersejarah bagi kedua mempelai dan tentu bagi keluarga dan semua yang hadir di sini….. dst.”  (bagian basa-basi yang sudah basi!)

“Saya berdiri di sini dipercaya oleh keluarga mempelai laki-laki untuk menyampaikan pesan nasihat perkawinan. Namun sejatinya, saya tidak bisa memberikan nasehat dalam arti sebenarnya apalagi di depan hadirin sekalian. Sebab semua nasehat sudah kita dengar dan jelas saat sambutan penghulu dan ustad pengiring dan penerima pengantin.” (Lanjut omonnganku sebagai strategi jangan narsis)

Foto ilustrasi bukan pada kejadian sebenarnya“Saya di sini, hanya ingin menguatkan harapan pak penghulu seperti yang sudah disampaikan bahwa ada empat hal yang diajarkan agama dalam masalah perkawinan:
Pertama, hindari berzinah; Kedua, perkawinan merupakan proses mengikuti sunah Nabi saw, yang diikuti para penerusnya. Ketiga, perkawinan merupakan upaya melengkapi dari separuh agama; dan keempat perkawinan merupakan upaya menjadi manusia yang berkepribadian baik. Dengan bersatunya dua budaya yang berbeda. Sehingga dari perbedaan itu diharapkan bisa mendatangkan keturuanan yang akan menyadari perbedaan hidup saling rukun dan damai.”

Saya mulai strategi ngomong seperti ngeblog. Karena masih blank saya mengutip omongan penghlu tadi namun pada bagian keempat saya tidak ingat sehinga saya mengarang saja biar terkesan mamapu menyimpulkan ceramah penghulu, buktinya tidak ada terkesan protes.

“Pengantin yang berbahagia dan para tamu yang saya hormati.
Izinkan saya mengutip pelajaran dari kitab suci kita yang saya kira bisa untuk menguatkan perkawinan ini.”

“Hunna libasullakum wantum libasullahunna” lihat selengkapnya

Saya teringat ayat itu dan jarang dibahas dalam ceramah perkawinan. Ya sudah saya lanjutkan ceramahku yang OOT ini

“Istri-istri itu adalah pakaianmu dan engkau pun juga adalah pakaian mereka”. Saya mencoba mengartikan ayat itu. Selanjutnya saya bisa bereksplorasi tentang pakaian.

“Hadirin,” Kata saya, sambil mataku menatapi wanita wanita di seberang sana yang duduk sambil tertunduk tapi dengan jelas dibalik  jilbabnya wajah yang sumringah.

“Yang namanya pakaian berfungsi untuk menutupi kekurangan diri atau memberikan nilai kepantasan kita di lingkungan. Karenanya mode itu sangat penting, hingga Rambut yang botak bisa ditutupi dengan jilbab, begitu pula bagian-bagian yang tidak pantas di tampakkan ditutup oleh pakaian.” Saya merasa dapat angin untuk meneruskan wejangan.

“Demikian pula, perkawinan pengantin yang baru maupun yang sudah lama, sejatinya mesti saling bisa menutupi antara kedua. Ini berarti berumah tangga adalah proses saling tutup menutupi kekurangan masing-masing. Jika sang suami mengobral aib isterinya dan isteri berlaku sama, berarti pakaian perkawinan itu sengaja disobek-sobek.” Sahut saya dengan intonasi yang sengaja dilambatkan biar dimengerti.

Mata saya melirik para ibu-ibu muda di luar yang tengah duduk berjejer di kursi. Beraneka ragam warna bajunya. Ku lihat pula hadirin khusu’ sekali tidak ada yang mengobrol satu sama lain atau bergerak. Semuanya diam seribu bahasa. Kulihat pengantin dan para saksi pun juga diam saja. Lalut kuteruskan ceramah OOT-ku.

“Pesan kedua, saya ambil dari ayat quran juga” Kata saya biar saya tidak terkesan mengarang atau asal njeplak. Sebab saya tidak berani asal njeplak di hadapan saya orang-orang tinggi: usia, jabatan, pengalaman dan ilmu.

“Apa pesan itu, kita pun sudah hafal ayat ini: “nisaaukum khartsun lakum, fa’tuu khartsakum anna syi’tum yang artinya kurang lebih: “wanita-wanitamu, maksudnya isteri ibarat tempat bercocok tanam maka silahkan dari mana saja kamu mau bercocok tanam.” Ayat ini saya kutip karena jarang dijelaskan dalam ceramah pernikahan. Sebab biasanya Ar Rum: 21. Karenanya ini sangat cocok saya ungkap.

“Dalam ayat itu banyak sekali hikmah yang sangat dalam. Misalnya saya ingin katakan, bahwa perkawinan itu, utamanya seorang suami merupakan petani bagi isterinya. Bertani tentu tidak sembarangan, ada bibit yang bagus, ada pemeliharaanya ada tanah yang cocok untuk ditanami. Pokoknya ada hukum-hukum pertanian yang bisa diterapkan dalam perkawinan. Misalnya, bibit unggul. Maka tidak salah jika suami mesti mempersiapkan dari sekarang secara lahir dan batin untuk mendapatkan bibit yang unggul. Bagaimana menjadi bibit unggul silahkan membaca buku-buku yang berguna. ” Lanjutku dengan antusias..

Perkawinan yang sakral“Proses berkolaborasi untuk menghadirkan anak dalam keluarga mirip proses bertani. Karenanya, anak adalah generasi yang akan lahir membawa faktor turunan dominan atau resesif sebagaimana dalam hukum mendel.” Wah saya mulai berteori, padahal tetap OOT.

Akhirnya karena waktu sudah 15 menit sesuai rencana, saya tutup saja urian itu dengan yang lebih OOT. 

“Hadirin yang saya hormati…. ini ada pesan dari kyai saya di pesantren, katanya  dalam perkawinan itu yang lebih penting dari mempelai laki-laki, penghulu dan mas kawin yaitu ATM.  Yaitu Alat Tusuk Manual… ”

Kuperhatikan reaksi gadis di sana yang berkerudung itu tertawa mengikuti irama gerrnya hadirin.

“Kedua, lanjut saya mengakhiri ceramah oot itu,  yang lebih penting dari semua itu adalah bahwa suami itu tidak boleh galak kepada  isterinya. Sebab galak hanya mendatangkan ketidakharmonisan.

Tapi hadirin, kata saya, boleh galak itu hanya pada satu hal.  Sebab jika tidak galak pada hal tersebut, niscaya tidak punya anak.”  Kata saya dan langsung menutup dengan wassalam.

***

Ya Begitulah saya berceramah OOT

1. Di suruh menguraikan ayat 21 Aru rum yang sering ditulis dalam udanngan malah  menjelaskan Uraian masalah baju dan Pertanian.

2. Disuruh menguraikan bagaimana bersuamiisteri malah bicara alat tusuk manual  dan harus galak…

Bener-benar OOT… heheh 🙂

3. Harusnya yang berceramah adalah para kyai dan ulama di tempat saya, eeh  malah saya yang cuma tukang nulis blog. Rasain ceramahnya gak mutu.. mirip OOT  di blog. 🙂

Buat pak Sawali Tuhusetya, maaf mau tanya, apakah saya dipenjara oleh otak kiri sehingga menulis sepanjang ini. Terus apakah ini jenis tulisan cerpen, apa artikel ngalor-ngidull?

  1. 17 Desember, 2007 pukul 12:47 pm

    assalamualaikum…. kang tubi…
    hahahahahaha… rupanya pengalaman pertama kemarin dibikin jurnal juga tooohh… hehehehehe sorry atas paksaannya. sebenarnya bukan maksa tapi memang sudah saya incer sesaat ketika saya diminta jadi ketua panitia pernikahan itu… so, itung-itung nolong adine dewek kan?… so ini bukan paksaan ahhh… wong dah dari sebulan lalu kok…. cuma sampeane bae sing lebih suka kerja di ambang detlen… dasar wartawan yg suka mepet-mepet…hehehehehe

    btw: ceramah kemarin dah oke kok…. wong saya aja kaget pas ngomong ATM, kirain apa? ehhh ternyata (Alat Tusuk Manual) too… biasanya para kiyai atau ustadz yang ceramah di pernikahan biasanya ngomong SIM (surat izin menggauli) atau STNK (Surat Tanda Nikah Ku) hehehehe…. emang santri buntet mah ga ada matinyeee…
    btw lagi: ada sesuatu yang ketinggalan neh…abis kemarin langsung pulang aja… saya car-cari kok yg nongol SMS. “sesuatu” dari shohibul hajat.

  2. 17 Desember, 2007 pukul 12:53 pm

    Hehehehehehe 😆 tumben dapat komen di podium vertamax nih.

    “Saya berdiri di sini dipercaya oleh keluarga mempelai laki-laki untuk menyampaikan pesan nasihat perkawinan. Namun sejatinya, saya tidak bisa memberikan nasehat dalam arti sebenarnya apalagi di depan hadirin sekalian. Sebab semua nasehat sudah kita dengar dan jelas saat sambutan penghulu dan ustad pengiring dan penerima pengantin.”

    Walah, sebuah pengakuan jujur, hehehehe 😀 Makin tambah OK aja nih Mas Kurt. Kejujuran justru menambah berkah, Mas Kurt. Sangat beda kala Sampean ngomong:

    “Untuk ke sekian kalinya saya didaulat untuk berbicara di depan hadirin yang terhormat. ….”

    Malah makin terdengar narsis-nya.
    Moga2 makin banyak undangan perkawinan ke Mas Kurt untuk menjadi penasihat perkawinan 😆
    Walah, termasuk jenis tulisan apa, yak? Cerpen, bukan, artikel opini? juga nggak sepenuhnya benar. Jenis tengah2 aja dah: “feature”, gabungan narasi dan opini pribadi yang disajikan dengan bahasa yang enak dan mengalir. Maaf kalau salah, Mas Kurt.

  3. 17 Desember, 2007 pukul 12:55 pm

    Walh, kukira, vertamax, ternyata dah ada yang nyalip, hehehehehe 😆 Komennya kepanjangan kali!

  4. 17 Desember, 2007 pukul 12:58 pm

    izoruhai
    Waaduuh ketahuan saya posting peristiwa kemarin dari sang ketua panitia acara…

    Mas Hayat, tahu aja saya menulis ini. Rupanya sampeane ngintip yaa. Eh koreksi, saya bukan wartawan tapi warta sukarelawan (penulis blog) Memang susah sekali yaa membuat rencana, dikasih waktu sebulan, malah OOT jadinya..

    Apa tuh yang ketinggalan, apa peci saya atau sisir yaahhh 🙂
    *ssttt ngomongnya jangan di blog*

  5. 17 Desember, 2007 pukul 1:11 pm

    hahahahahahaha…..
    kang sawalih masih pake premium kalii… so saya dong yang fake vertamaxnya? secara saya yang duluan hehehehe…

    hehehehe… tadi sebelum nulis ga minum MIZONE yaaa??? biar ga KECOLONGAN gitu hehehehehe….

    soal ‘sesuatu’ yang ketinggalan… hehehehe oke deh tar saya antar.. ga pake ongkos kirim kok tenang aja…. paling secangkir kopi susu yang seperti biasa dihidangkan ketika saya bertandang hehehehe…

    doanya apa ya biar kena virus nulis??? gubrak secara selama ini masih sebatas kerjaan aja hehehehehe… sampean kan lebih tua dari saya? halah apa hubungane???

  6. 17 Desember, 2007 pukul 1:12 pm

    Sawali Tuhusetya
    Waah kalau saya justru jangan sampai ada yang ngundang saya lagi Pak soalnya gak kuat dengan deg-degan dan OOT nya Pak Sawali… 🙂

    makasih atas peniliannya. Tuh kan Pak susahnya bikin tulisan bergenre khusus.. enaknya saya itu berbakat bikin tulisan gado-gado kali Pak..

  7. 17 Desember, 2007 pukul 1:30 pm

    Wah … wah saya lagi bikin novel nich … mudahan ini bisa menjadi inspirasi untuk fase perkawinan. Nanti kalau saya tayangkan tolong ingatkan ya, kalau ngak bisa hilang … saya kalau nulis kan cuc aja gitu … hingga mutunya seadanya, he he ..

    Kalau saya dinikahkah (lagi), e… bakalan seru. Hanya saja, isteri cukup satu saja si. Untuk yang satu ini tidak ikut hadis Rasulullah … derajatnya jauh beda. Salam kawin … e menasehati perkawinan.

  8. 17 Desember, 2007 pukul 3:13 pm

    Saya suka detailnya paman Kurt 😀
    tentu juga ceramah nikahnya…
    kalo macam ini yang ceramah, saya pasti akan terjaga, tidak tidur sperti biasa hahaha
    -Terima Kasih-

    >>> ah paman ini sukanya yang detil2 yaah .. waaah ceramahku kan OOT paman

  9. 17 Desember, 2007 pukul 4:16 pm

    😆
    ga bisa berenti ngakak
    asli keren pak
    *pertimbangkan ngebooking pak Kurt buwat walimahan saya di Medan
    Kalu kyai eh ustadz eh biasa dipanggil pa siy pak, nya model begini, dijamin acaranya sukses

    >>> ups disumpel ketawanya pake ATM ( Asinan Tampa Mecin 🙂 )

  10. 17 Desember, 2007 pukul 6:54 pm

    wulah untung nasihat perkawinannya ngak pake trek bek 🙂

    >>> heheh kalau pake treck back, bisa pada melongo kan lagian pake juga sih yaitu brekat ?

  11. 17 Desember, 2007 pukul 9:06 pm

    Kekekeke…. nasihat perkawinan yang mantap pak. Sekarang saya bingung, OOT nya di mana ya?

    *mesem mesem liat bagian terakhir*

    >>> oOtnya justru di terakhir itu… hahahahah

  12. 18 Desember, 2007 pukul 1:20 am

    waduh, makin asik saja tulisan mas kurt ini… saya jadi ketawa-tawa membacanya….


    >>> mr tajib, makasih bisa tertawa oleh ke-OOT-an tukang oot.

  13. abah dedhot
    18 Desember, 2007 pukul 11:43 am

    “tidak akan sampai suatu peristiwa kepada seseorang, kecuali peristiwa itu pantas untuk diterimanya…”
    salam

    >>> hmmm konsep apa lagi ini abah, lebih dikencangkan lagi, siap2 menerima penjelasan abah. 🙂

  14. abah dedhot
    18 Desember, 2007 pukul 11:51 am

    @pak kurt
    “…ada empat hal yang diajarkan agama dalam masalah perkawinan:
    Pertama, hindari berzinah…”

    sepertinya bukan hanya dalam masalah perkawinan saja harus dihindari, tapi diluar perkawinan pun atau pada semua aspek juga “berzinah” harus dihindari, kerena mengotori “rumah yang KU sucikan”…(Baitullah).

    salam


    >>> hmmm benar abah, ternyata ada yaa “berzinah” dalam arti luas… syukron makin kenceng sarungku dililitkan mendengarkan penjelasan abah 🙂

  15. 18 Desember, 2007 pukul 11:54 am

    akhirnya… para tetamu pun menetakkan jemarinya sekedar meninggalkan komentar tentang ceramah OOT…

    tapi btw: emang bener dimana OOTnya neh kang?
    trus tuuuh ada yang booking ke Medan, siap?

    >>> hahaha… booking kaya si anu dibawa di hotel aja 🙂

  16. 18 Desember, 2007 pukul 2:44 pm

    Lho ceramahnya masih terfokus kok. Katanya sih wanita gak suka kekerasan, kecuali untuk satu hal. 🙂


    >>> disamping suka (keker)asan juga suka keker-keker (bisa keker pake foto atau keker badan… iya tah para wanita? )

  17. 18 Desember, 2007 pukul 8:55 pm

    hehehe..
    boleh juga,kapan2 mau ya di undang ceramah pernikahan lagi kang kurt..?

    *ntar saya amplopin komen d blog anda hehe..*


    >>> gak ah semoga tak ada yang mengundang lagi… malu gitu loch. Palagi cuma diamplopin koment heheh

  18. 19 Desember, 2007 pukul 4:23 am

    Hahaha… kalau panjang malah dijajah otak kanan, Pak. Jadi kere-aktif nulisnya.

    Pidatonya kocak. Alat Tusuk Manual? Boleh juga tuh dimasukin daftar joke. HIhihih.

  19. 19 Desember, 2007 pukul 9:09 am

    hariadhi
    kere-aktif lebih baik dong yaa dibanding kere-pasif heheheh 🙂

  20. 19 Desember, 2007 pukul 3:33 pm

    Siap-siap dapat undangan ceramah dari banjarmasin pak, kalau bisa, materi tentang alat tusuk manual itu diperdalam lagi nanti :mrgreen:

    >>> hahahah sudah ada manusiasuper, kaya apa yah ATMnya heheh ……….

  21. 19 Desember, 2007 pukul 3:49 pm

    Persis dengan Oom Danalingga, saya bingung OOT-nya dimana.
    Mengenai “pakaian”, ya salah satu fungsi pakaian adalah menutupi kekurangan diri tetapi semoga bukan dalam rangka ber-munafik ria ya Pak

    >>> oh yaa dong kang deKing … kita berharap itu, memang berat bicara moral yaa..;
    *istighfar on*

  22. 20 Desember, 2007 pukul 9:20 pm

    Hahahahahahahahaha… baru kesempatan ini saya bisa membaca kekhasan pak kurtubi asli, super duper ndagellll… wakakakakakakakakakkak…

    Pripun to njenengan pak kurt.. andaikata saya hadir dalam resepsi itu, pasti yang ketawa pertama dari kehadiran njenengan hingga akhir ceramah sejuk itu Saya…

    Baarokallah! Sangat menghibur di tengah keharuan suasana idul adha pak kurt, matur nuwun..


    >> hahaha.. kalau njenengan hadir waktu itu, yaa saya bisa mati berdiri gak bisa ngomong.. sebab komentarnya langsung … kalau di WP kan komentare belakangan heheh 🙂

  23. 21 Desember, 2007 pukul 8:14 pm

    Kang… entar kalo saya nikah, sampeyan yang ceramah ya?

    gimana?
    pasti mau kaaan?

    😳

    >>> siip saya mau ceramah tapi syaratnya: hanya di YM 🙂

  24. 28 Desember, 2007 pukul 2:47 pm

    baru baca pak…
    btw semua orang bisa memberikan nasehat kepada orang lain.
    wah siap2 di tempat nikah yang lain dong nih pak 🙂

  25. 5 Februari, 2009 pukul 2:52 pm

    Salam kenal Pak Kurt.
    Boleh-kan saya copy nasehat perkawinannya, buat jaga-jaga kalau disuruh mendadak, terima kasih sebelum-nya.

    Hasan Fauzi

  26. 2 Mei, 2009 pukul 11:10 am

    sukran atas info bagi deg degannya n ceramah yang ootnya tp insy kalo dipanggil lagi sekarang g oot dong tap good.

  27. Muhamad taufan
    16 Maret, 2011 pukul 4:52 pm

    ini kurtubi santri siapa ya, kalo tidak salah saya kenal, soal ya saya lulusan buntet juga

    ——–
    ini kurtubi santrie KH. Fachruddin, asrama C, kenalkah? anda lulusan tahun berapa, saya lulus 2008.

  28. SEPTINA ABDILLAH
    21 Maret, 2011 pukul 6:03 am

    Saya sudah senyum-senyum dan tertawa mulai awal tulisan saampai akhir tulisan, walau saya tahu penulisnya tidak bermaksud melawak.

    Bagi saya pribadi, tulisan yang menarik itu adalah tulisan yang enak dibaca dan mudah dimengerti, apapun topiknya dan apapun gaya penulisannya. Lebih keren lagi jika tulisan itu bisa membuat pembacanya mendapatkan “sesuatu” yakni bisa mendapatkan ilmu/ pengetahuan baru ataupun mendapatkan hikmah.

    Nah, saya mendapatkan semua itu dari artikel ini.

    Teruslah menulis. Apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati pula.

    Dan siap-siaplah jika saya mengundang Pak Kurtubi untuk mengisi acara Walimahan nanti sebagai penceramah/penasehat perkawainan. he… he…

    Kalau saya tidak berhasil “memaksa” Pak Kurtubi datang pada acara pernikahan saya, maka saya akan memaksa Pak Kurtubi menyetujui kalau artikel ini saya copas untuk diberikan pada orang yang akan jadi Penceramah nanti. he… he…

    • 21 Maret, 2011 pukul 11:09 am

      @Septina Abdillah
      Terima kasih Jeng Nana sudah mampir..
      hehehe.. saya sendiri lupa sudah lama itu waktunya 2007 tapi ya itu tadi, karena memang saya pasrah didaulat suruh ceramah ya sudahlah gak apa-apa, padahal mah deg-degan gak karu-karuan…

      Setuju Insya ALlah saya akan terus menulis yg berguna.. lagian ngeblog ini ditelantarkan itu sayang banget padahal masih bisa dilakukan..

      ooh dengan senangnya saya diundang, sudah tidak sabarkan mengundangku? xixixix

  29. 16 November, 2012 pukul 4:47 pm

    bagus ust. salam dari bojonegoro…..

  1. 3 Januari, 2008 pukul 7:13 pm

Tinggalkan Balasan ke ibnu saputra Batalkan balasan